Banyak yang salah mengartikan makna dari keberhasilan. Opini dari orang lain seakan menjadi standar keberhasilan dalam menggapai tujuan. Pengakuan atas tiap karya, cerita yang tersebar tanpa diminta, pujian dimana-mana, seakan menjadi jawaban atau cita-cita atas tiap usaha.
Padahal, keberhasilan adalah buah dari benih yang ditanam dengan perasaan nyaman.
Saat panen tiba, senyum bisa terukir dari bibir yang berbisik, “aku berhasil.”
Berhasil menyelesaikan apa yang telah dimulai. Berhasil untuk tidak berhenti saat mengalami kegagalan. Berhasil menjaga pikiran dari rasa rendah diri saat terpaksa meminta pertolongan yang lain.
Berhasil-untuk-tetap-ada.
Obsesi. Perkara mati, banyak yang terpaksa mendahului karena terjebak obsesi saat berusaha lari. “Sebentar lagi berhasil. Ayo terus, jangan berhenti,” kata dia yang memiliki hati. Obsesi itu ibarat penumpang yang membacakan maps dengan sembarang saat perjalanan. Dia akan membawa penumpang lain tersesat, hingga akhirnya berhenti di titik dimana hanya dia yang tertarik.
Obsesi tidak mengetahui makna dari keberhasilan, karena keberhasilan sendiri merupakan konsekuensi bagi mereka yang tahu diri saat mengejar tujuan. Mereka yang paham di titik mana untuk berhenti, istirahat, dan pun terus berjalan. Tidak ada yang salah dari kata ‘istirahat’, karena di titik itu, saatnya mereka untuk bertanya pada diri mereka sendiri terkait kemampuan dan nilai yang mereka miliki. Benarkah perjalanan ini yang mereka harapkan atau sekadar membuat orang lain senang? Apakah perasaan senang ini karena antusiasme yang timbul dari diri mereka sendiri atau sekadar mengejar pengakuan dari orang-orang ingin mereka buat senang?
Karena sesungguhnya, makna keberhasilan itu sendiri mampu memperkaya hidup mereka dengan cinta tanpa harus mereka menimbun ragam harta karun dengan perasaan tertekan.
Obsesi terus melekat pada diri mereka. Lalu, dengan berkawan depresi, obsesi membawa mereka ke jalan pintas untuk menyentuh kata tuntas. “Gak bisa. Bawa mereka ke sana lewat jalan ini. Sakit hanya sedikit, tapi keberhasilan yang mereka ingin bisa didapat lebih cepat,’ kata si obsesi pada depresi. Dan lagi-lagi, mereka terjebak oleh perkataan obsesi. Monster-monster jahat hidup dengan leluasa mengendalikan otak mereka.
Mati.
Entah raga maupun hati, bisa begitu saja mati akibat kombinasi dari obsesi dan depresi. Berusaha menyenangkan setiap orang yang ada, terus berlari untuk mendapatkan apresiasi dan jawaban yang jelas atas tiap evaluasi membuat mereka memilih terus mendengarkan obsesi dan depresi. Padahal ada satu aturan hidup yang juga harus diketahui.
Jangan coba mempersingkat jalan, karena manusia akan kehilangan perasaan nyaman setelah melewatkan indahnya pemandangan. Dan jangan coba mengatur waktu, karena buah yang dipetik terlalu cepat akan terasa asam dan buah yang terlalu lama dipetik akan busuk.
Semua berproses. Hingga akhirnya mereka berhenti berproses, mereka akan mengetahui makna lebih jauh dari keberhasilan.
Dapat tidur dengan tenang, tanpa terbangun dengan rasa cemas dan ketakutan.
Sukabumi, 31 Maret 2022
Nindy Soeraatmadja