Eucalyptus
Keyakinan seseorang ada batasnya. Terlalu percaya diri bagi mereka yang mengatakan sangat yakin di saat probabilitas perubahan sangat besar.
'Tuhan mudah membalikkan hati.'
Tidak heran kalau keraguan sering menjadi penyelamat bagi seseorang. Seakan dilihat sebagai pecundang, padahal hanya ingin menjaga hati agar senantiasa merasa tenang. Iya, upaya menjadi penyelamat bagi mental yang rapuh, agar kesehatan tetap dipandang utuh.
Tidak ada satupun yang tau apa yang Dia mau. Menjadi penyabar seakan satu-satunya jawaban di saat Dia sedang uji coba. Kuatkah? Mampukah? Ikhlaskah? Seakan manusia menjadi wayang dengan Dia sebagai dalang.
'Kamu maunya apa sih?' tanya seseorang di depan cermin.
Letih rasanya memiliki monster di dalam kepala. Kecemasan yang ada menciptakan keraguan dan terus memberi pembenaran atas segala tindakan yang dilakukan. Terlihat egois karena ingin menyelamatkan diri dari monster sendiri. Namun kalau terus memaksa, ada risiko yang mungkin bisa terjadi lagi.
Paksa-Bumi-terima-diri.
Hal yang wajar apabila dia takut mengalami itu lagi. Kebahagiaan yang bisa dia rasakan hingga saat ini, jadi satu-satunya alasan bagi dia untuk terus berani. Rasa kagum tidak berhenti saat dia menyadari bahwa bahagia yang ada tercipta karena dirinya, bukan lagi karena 'siapa.' Terlalu-percaya-diri. Akibatnya, sulit baginya membuka ruang dan menggantungkan kebahagiaan pada sosok lain. Kepercayaan ibarat ultimatum sederhana untuk durasi suatu hubungan. Bertahan atau lepaskan.
'Aku mau jagain kamu,' cukup menjadi kalimat sederhana yang membuat kepercayaan diri seseorang meningkat untuk merasa yakin. Keputusan untuk bertahan juga menjadi pilihan tepat untuk melangkah, tentu dengan syarat, 'tolong jaga aku, jaga hati aku.'
Lagi, manusia tidak bisa memaksa Tuhan untuk membuat hati bertahan. Setidaknya dengan keyakinan tadi, ada naluri yang bertindak sebagai mitigasi. Dan semoga, senantiasa diberi kesadaran untuk saling menghargai.
"Tuhan, tolong titip hubungan kami."
Tangerang, 30 November 2021
Nindy Soeraatmadja