empat belas
Tell me somethin', girl,
are you happy in this modern world?
Or do you need more?
Is there somethin' else you're searchin' for?
Empat belas selalu menjadi angka baik menurutku, dan mungkin
juga untuk orangtuaku. Di tanggal empat belas, kali pertama aku ada di Bumi.
Menjejak, tapi belum menapak. Di tanggal empat belas ini, aku coba beranikan
diri untuk berbagi pemikiranku lagi. Iya, aku pribadi. Coba mengaktifkan kembali
nindyologi, bukan mengharap agar mendapat banyak apresiasi atau simpati, tapi
coba berbagi agar lebih banyak yang peduli terhadap ‘hati’.
Banyak makna dari ‘hati’, tapi aku rasa kalian paham apa
yang aku maksud di sini. Kadang yah, banyak dari kita yang lupa atau bahkan
tidak mau memprioritaskan kebahagiaan dirinya sendiri. Menganggap kesehatan
fisik jauh lebih penting dibandingkan kesehatan jiwa. Padahal, keduanya saling
berkaitan.
Ibarat kaki dan mata. Kalau kita jatuh dan kaki terluka, mata
ikut merasa sakitnya dengan mengeluarkan air mata. Begitupun fisik dan jiwa.
Tidak bisa kita tentukan mana yang lebih utama, karena keduanya sama-sama
utama.
Kembali perkara ‘hati’, salah satu cara utama dalam menjaga
kesehatan jiwa ialah dengan mencintai diri sendiri. Jadikan diri sendiri
menjadi prioritas utama untuk dicinta. Bukanlah hal yang egois untuk menjadikan
diri sendiri sebagai yang pertama, itu hanya upaya preventif sederhana untuk menjaga
kesehatan jiwa.
“Udah.. udah cukup, Nin. Kamu jadi diri kamu sendiri yang
paling nyaman, itu yang bikin aku seneng.”
Mencintai tanpa ekspektasi. Secara tidak langsung, kamu
sudah menyelamatkan diri kamu sendiri. Beruntung untuk kamu yang sudah menemui
lingkungan yang dapat menerima kamu apa adanya, atau mungkin yang mampu
mengingatkan kamu untuk menjadi diri kamu apa adanya. Hindari menjadi sosok
lain untuk menyenangkan orang lain. Dengan kamu tetap menjadi diri kamu
sendiri, ketika orang atau lingkungan kamu pergi, kamu tidak akan melihat diri
kamu sendiri dengan perasaan iba atau bahkan hina. Justru kamu akan merasa
bangga atas diri kamu yang mampu berpijak dengan kaki kamu sendiri.
Salah satu cara untuk menumbuhkan rasa bangga terhadap diri
sendiri dapat dengan menyadari batasan-batasan yang di luar kendali kita. Sehingga, kita tidak akan merasa kecewa atas ekspektasi yang berlebih. Kecemasan
atas masa depan atau penyesalan di masa lalu atas kegagalan, termasuk faktor eksternal
di luar kontrol kita.
“…jangan dibawa stres, semua dijalanin pelan-pelan aja. Satu
persatu. Dan aku yakin pasti ada yang gagal, bisa jadi semua yang gagal, tapi…
yah.. kalo gak gitu kita gak tau kan artinya gagal buat apa. Sama halnya kayak
aku, kamu, pasti pernah menghadapi situasi dimana sesuatu yang kita
impi-impikan itu berhasil, tapi ternyata bukan itu yang kita mau. Nah, makanya
biasanya justru yang bener-bener kita mau, perlu diuji dulu keabsahannya
melalui gagal."
Perkara waktu, biarin aja menjadi debu. Bukan kewajiban kita
untuk memikirkan soal itu. Sama halnya dengan sifat maupun sikap orang lain
terhadap kita. Menurunkan ekspektasi dan ego dapat menyelamatkan ‘hati’ kita
dari rasa kecewa. Menyadari bahwa ada masanya orang lain atau lingkungan dapat
menjadi evil di mata kita.
Bukan menyalahkan, cukup mengabaikan. Lebih baik
lagi kalau kita mampu memahami alasan itu terjadi, sehingga tanpa sadar justru
kita akan berempati.
Sadari bahwa warna di Bumi ini tidak hanya hitam dan putih,
sadari bahwa penolakan juga dapat menjadi jawaban dari Tuhan,
dan sadari bahwa kebahagiaan kita perlu diutamakan.
Tanpa menjadi egois dengan segala macam pembenaran,
selamat mempertahankan kesehatan fisik dan jiwa kalian!
Tangerang, 14 April 2020
nindy soeraatmadja
0 comments:
Posting Komentar