Zuhara
Zuhara. Bintang kejora di sebelah timur. Begitu arti dari diksi yang diberi oleh dia sang pencipta nama. Saya mau menjadi bintang dimanapun, terserah Dia menempatkan hamba-Nya di utara, selatan, bahkan barat daya. Bukan perkara ambis atau egois, tapi saya ingin setiap kita memiliki teman dari cahaya yang diberikan oleh bintang.
Benar.
Bayangan.
Adanya cahaya dari bintang, bisa membuat kita tidak merasa kesepian. Ada dia yang senantiasa tanpa terpaksa setia menemani kita. Iya, teman. Kamu dan bayangan. Saling berpasangan.
Perkara saya yang masih sendiri dan selalu berusaha memberi cahaya agar kamu bisa menemui bayanganmu, abaikan saja. Ucapan terima kasih atau maaf karena belum bisa membalas, tidak menjadikan saya makin semangat dalam berusaha memberi cahaya. Bukankah dalam KBBI ada kata ikhlas?
Senyum.
Cukup itu. Ternyata saya pamrih juga. Tujuan kita dicipta Dia salah satunya untuk membuat saudara kita bahagia, iyakan? Lantas, jika kita berharap lebih saat memang itu salah satu bentuk tugas, apakah itu pantas?
Kalau begitu,
kamu menang lagi.
Satu-kosong.
Kamu mampu membuat saya tersenyum dengan bayangan saya. Tapi saya masih belum tau (atau mau) mencari cara untuk membuat kamu tersenyum karena saya. Takut. Atau tahu diri? Saya juga belum paham tentang itu.
Sebagai Zuhara, saya merasa pecundang. Tugas utama saya diselesaikan oleh kamu duluan. Kamu yang membantu saya dengan cahaya yang kamu punya, agar saya dapat menemukan si bayangan dan tak lagi kesepian.
Ah, sama seperti yang pernah kamu katakan. Tempo. Mirip dengan petikan gitar yang saya dengar dari gawai saat teleponan denganmu. Terlalu cepat ataupun lambat, nada dari lagu yang dimainkan akan terasa janggal.
Pelan-pelan saya belajar ikhlas menerima kekalahan bahwa kamu lebih dulu membahagiakan saya. Diam-diam saya berjuang untuk membalas cahaya yang kamu beri dan menjadi peta jika kamu butuh nanti. Lama-lama saya akan berhasil menerima kondisi saya dan pun kamu yang berbeda, dengan penuh percaya diri. Seperti itu kan yang kamu mau?
Makasiya!
Di kamar sembari mendengar rintik hujan,
Selasa, 17 Oktober 2019, 17.11 sore.
Dia, yang gemar mendengar dongengmu.
nindy soeraatmadja
0 comments:
Posting Komentar