Pulang
Memang indah petualangan yang penuh pengalaman. Menciptakan
musim sendiri hanya untuk memperkuat kaki. Menjadi panas, hujan, atau pun badai
yang menerjang, sekadar untuk menguji arti kesetiaan.
Akankah berpindah, atau terus melangkah?
Kamu sadar bahwa hanya jalan lurus yang telah Dia ciptakan. Tikungan
hanya bentuk ujian yang Dia berikan. Perkara lulus tidaknya ujian, kamu yang
dapat menentukan.
Lulus atau perbaikan?
Nyatanya, tikungan sempat membuatmu terjebak. Jenuh yang kamu rasa membuatmu singgah di puncak gunung hanya untuk mendengar bunyi burung yang tak bernada. Membuatmu singgah di tepi pantai hanya untuk melihat lenyapnya sang mentari saat senja. Membuatmu singgah di padang pasir hanya untuk merasakan sensasi fatamorgana.
Bukan salah
malaikat yang berkhianat,
hanya pengaruh nafsu yang mengarahkan kakimu secara
hebat.
Waktu saat ini berhenti. Tiba saatnya kamu pulang. Sebelum
terlambat dan masih memiliki tenaga kuat, segera putar balik dan angkat kaki.
Tinggalkan jalan menyimpang yang telah kamu tapaki.
Pergi untuk kembali.
Pulang.
Berhenti untuk mencaci. Bukan kewajiban dia untuk senantiasa
menemani. Berhenti menggantungkan diri kepada dia yang berhati. Berjalanlah
menurut arah kaki sendiri sesuai petunjuk yang Dia beri. Bukankah tidak nyaman
hidup dengan belas kasihan? Kenapa tangan dia masih ingin kamu genggam hanya
untuk menemanimu pulang?
…karena kamu masih butuh teman.
Solo, 20 Mei 2018,
Saat matahari mengajak kamu pergi (06.24 Pagi)
nindy soeraatmadja