Merdeka (?)
Kembali mengulang hari ketika proklamasi dibacakan. 71
tahun yang lalu, kemerdekaan katanya telah didapat oleh bangsa Indonesia.
Soekarno sebagai wakil bangsa memproklamirkan bahwasanya Negara ini telah lepas
dari belenggu penjajahan. Indonesia telah memiliki cita- cita dan tujuan yang hendak dicapai melalui
suatu bentuk pemerintah yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Begitu cita-cita
Indonesia, katanya.
Pada kenyataannya,
rakyat Indonesia mana yang sudah merdeka? Apa kemerdekaan hanya bagi mereka kaum
borjuis yang berkuasa? Berbagai macam permasalahan rakyat yang sudah merdeka
ini silih berganti datang menindas kaum lemah. Praktik- praktik neo-liberalisme
dan fasisme semakin marak terjadi. Berbagai macam kebijakan, seperti tax
amnesty, paket kebijakan ekonomi, pencabutan subsidi listrik, dan mega proyek
pembangunan infrastruktur semakin menunjukan penerapan neo-liberalisme di
Indonesia. Tingginya tingkat ketimpangan di Indonesia menunjukan kegagalan dari
solusi yang ditawarkan. Dimana perekonomian yang berpihak pada rakyat? Ekonomi kerakyatan
yang merupakan identitas asli bangsa Indonesia seakan enggan diterapkan,
meskipun hal tersebut adalah sebuah jawaban.
Dan berbicara soal
pendidikan, mereka kaum penjajah bangsa sendiri pun mengantarkan kaum tertindas
menuju jurang kebodohan dan kemiskinan. Khususnya di pendidikan tinggi, praktik
liberalisasi, komersialisasi, dan privatisasi secara terus menerus menyerang
berbagai macam universitas di Indonesia. Meskipun telah dilakukan perlawanan,
tetap saja kebijakan anti-rakyat itu terus hinggap di sektor pendidikan. Ulah lain
dari pemerintah kita dapat dilihat dalam Permenristekdikti nomor 39 tahun 2016
tentang BKT dan UKT pada pasal 9 yang memisahkan antara biaya Kuliah Kerja Nyata
(KKN) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Kemerdekaan yang
telah diraih selama 71 tahun ini seakan tidak berharga apabila bangsa ini
dijajah kembali oleh saudaranya sendiri. Kemerdekaan semu hanya dimanfaatkan
oleh mereka para kapitalis untuk meraup keuntungan sebesar- besarnya tanpa
memperdulikan jurang kemiskinan yang makin dalam tercipta. Kita sebagai
intelektual muda sudah seharusnya sadar akan realitas yang ada. Mengajak kawan
kita yang lain untuk ikut bangun dari keterbelengguan ini. Berjuang untuk
merebut sejatinya kemerdekaan.
Melebur bersama
rakyat,
Mengetahui masalah
rakyat,
Dan berjuang membela
rakyat.
Itulah sejatinya
siswa yang di-Maha-kan.
Tangerang, 17 Agustus 2016
Rahma Nindita Zuhara
Soeraatmadja