Nawacita Maritim dikala Kesejahteraan Nelayan Minim
6 April merupakan hari dimana bangsa ini memeringati hari nelayan. Bukan perayaan dengan segala macam hidangan tersaji, hanya momentum untuk mengintrospeksi diri.
"Indonesia sebagai poros maritim dunia", begitu kata Bapak Presiden kita. Bukankah wajar apabila kesejahteraan nelayan merupakan wajah dari Indonesia?
Segala macam bentuk tantangan dihadapi dengan ikhlas oleh mereka. Namun, apa kebijakan selalu berpihak pada mereka? Tunggu, kawan. Aku punya sedikit catatan.
Jumlah nelayan di Indonesia ada sekitar 2,2 juta jiwa, dimana 95% nya merupakan nelayan kecil yang memiliki keterbatasan alat tangkap. Diterpa ombak tinggi menjulang, bukan suatu rintangan bagi mereka nelayan pejuang.
Kesulitan mendapat bahan bakar, serta tingginya harga bahan bakar tersebut menambah derita kaum nelayan. Terlebih lagi, minimnya kepedulian pemerintah terhadap mekanisme pasar yang ada, membuat nelayan menjadi sosok terendah di hierarki perdagangan. "Nelayan tidak memiliki hak untuk memberi harga", begitu pikir mereka sang pemilik modal.
Ku baca diberita, tertulis bahwa tidak kurang dari 7.000 kapal ikan asing ilegal mencuri paksa ikan Indonesia. Meskipun, di atas kertas, kapal eks asing yang terdata hanya sebanyak 1.132 kapal.
Berbagai kebijakan guna mengangkat nelayan dari keterpurukan telah diberikan oleh pemerintah kita. Penghancuran kapal- kapal asing yang mencuri ikan Indonesia juga merupakan salah satu dari usaha.
Hari ini, 6 April 2016, merupakan momentum yang tepat bagi Jokowi-JK untuk menyuarakan kembali nawacita mereka. Indonesia sebagai negara maritim, bukan sekadar ambisi saat pemilihan umum terjadi. Kesejahteraan nelayan sebagai wajah dari Indonesia harus terangkat dimulai dari hari ini.
Selamat hari nelayan, Indonesiaku!
Mahasiswi Ekonomi Pembangunan,
FEB UNS
Nindy Soeraatmadja
#KEMENLUBEMFEB
#SinergisKritisSolutif
#KabinetGuyubRukun
0 comments:
Posting Komentar