Tawa dan Karya

31 Maret 2016

Hari ini saya ingin bercerita, tentang tantangan yang bergelut tiada henti di pikiran ini. Bukan soal jatuh hati, hanya keadaan yang membuat sedih rasa ini.

Sejak hari itu (28/3), saya resmi dilantik menjadi wakil menteri luar negeri BEM FEB UNS. Sudah saya tebak, menjadi badan pengurus harian bukanlah hal yang mudah. Pemikiran yang berusaha saya tanamkan adalah, “kuat- kuatan mental”. Ketika saya benar, ya saya benar. Tidak ada pilihan lain. Terlepas dari argumen lawan bicara saya seperti apa, dan cara penyampaian mereka bagaimana, kalau menurut saya mereka kurang tepat. Ya sudah, mereka salah. Berhenti disitu. Selesai.

Tantangan pertama sebelum saya dilantik sudah saya hadapi dengan cukup mulus. Ditandai dengan belum adanya air mata yang harus saya usap. Ya, saya kuat.

Ternyata tidak untuk hari ini. Hari ini, saya kembali menangis. Hanya karena mental saya yang lemah, membuat tenggorokan ini cukup panas dan air mata mengalir dengan bebas. Mental saya belum cukup kuat untuk menebalkan telinga dikala prasangka buruk orang lain tercipta. Dikeseharian, saya memang malas mengklarifikasi pendapat orang lain tentang saya. Ketika ada orang lain yang hanya mengetahui saya dan mengatakan bahwa saya A, yasudah,  saya A. terserah dia beropini apa, selama tidak ada rumor yang mengatakan bahwa saya wanita “nakal”, yasudah, saya masih bisa menolerir dugaan- dugaan asal seperti itu. malas juga membuang waktu hanya untuk memperbaiki penilaian orang terhadap saya. Pencitraan namanya. Kata salah satu kakak saya, “kalau hidup saya untuk pencitraan, saya sudah mati dari dulu,” dan yah… beruntunglah beliau masih hidup. Karna hidupnya, bukan untuk pencitraan.

Kalimat penenang lain yang membuat saya tidak peduli dengan pendapat asal tentang saya diucapkan oleh dia, sahabat saya. “kalo lo mau semua orang suka sama lo, gak akan bisa. udah. Diemin aja. Kan masih ada gue,” begitu katanya. Dan saya percaya. Hingga sekarang, walaupun dia menghilang.

Itu mengenai diri saya. saya akan masa bodo ketika ada opini negatif tentang saya. tapi…. Tidak dengan organisasi saya. rasa ingin menjumpai langsung orang yang tega mengedarkan fitnah- fitnahan kecil tentang keluarga saya. Dan mengatakan ke dia, “kamu gak tau apa- apa.” Dan menjelaskan apa yang sebenarnya ada.

Dia, mereka, sok tahu akan keadaan. saya lebih tahu rumah tangga saya. jauh lebih tahu dibanding mereka. Apa yang mereka kata, mereka tak mengerti dampaknya. Menghancurkan psikis orang itu jauh lebih berbahaya dibanding menghancurkan raga. Dan saya….. seketika berasa hancur psikis nya. Saya kesal. Saya tidak terima atas fitnahan ini. otak saya belum terdidik untuk biasa menghadapi sudzon seperti ini.

Tapi.. yaudalah. Menangis saat ini memang menjadi penenang terampuh. Bercerita pada catatan harian seperti ini juga sudah bisa membuat saya sedikit tenang. Setidaknya, saya merasa ada yang mendengarkan walaupun entah itu siapa.


 “tunjukan dengan karya. Berkarya terus, dek. Ketika tawa itu berubah menjadi tepuk tangan, berarti kamu berhasil.” 

Dia, kamu, dan kalian, akan saya coba tunjukan kalau apa yang kalian sangkakan adalah salah.




Nindy Soeraatmadja

Share this:

CONVERSATION

0 comments:

Posting Komentar